Ada seorang anak kecil bernam Rara, umurnya 10 tahun. Dia cantik memiliki rambut yang ikal, dia memiliki kulit putih, dan dia termasuk tinggi diantara teman-temannya. Dia anak yang tomboy, temannya kebanyakan laki-laki berbeda dengan kakanya. Dia punya seorang kaka 2 tahun lebih tua darinya. Kakanya sangat feminine tentu berbalik 180 derajat dengan Rara.
Suatu hari di bulan suci Ramadhan Rara pergi ke masjid untuk mendengarkan ceramah subuh yang merupakan tugas dari sekolahnya. Dia pergi dengan membawa pinsil dan buku ceramah yang sekolah kasih untuk dia isi. Di luar rumah sehabis sholat subuh terdengar teman-teman Rara sudah menjemputnya untuk pergi bersama mereka ke masjid sama-sama.
“mamah, Rara pergi dulu yah.”
“Rara jangan main petasan, dan selesai mencatat dan menandatangani bukunya langsung pulang jangan main dulu!’
“iiah mamahku, Assalamualaikum.”
Setelah Rara pamit, dia langsung berangkat ke masjid dan mendengarkan ceramah dengan hanya mengobrol. Akhirnya ceramah selesai, dan ketika Rara akan pulang dia di panggil oleh temanya bernama Intan. Teman-teman Rara berhenti dan mengurungkan niat untuk pulang. Saat Rara akan pulang dia ditantang temannya untuk balapan naik scooter sampai ujung gang. Rara yang sangat berambisi untuk menang dia sangat tidak hati-hati. Dia jatuh dari scooter yang dia naiki. Temannya tertawa karna rara yang sangat jago naik scooter harus tersujud jatuh dari scooternya.
Saat Rara akan pulang dia melihat kakinya yang sekarang berlumuran darah. Saat itu dia sangat takut untuk pulang. Dia teringat kata ibunya agar tidak main dulu. Dia bersihkan kakinya tapi darah segar terus mengalir keluar dari kaki mungilnya. Ntahlah meski badan rara lebih besar dari teman-temannya tapi kaki rara lebih kecil dari teman-temannya. Rara sangat ketakutan. Teman-temannyapun ikut panic karna Rara tidak mau pulang. Waktu sudah menunjukan pukul 10. Seharusnya Rara sudah pulang kerumah dari jam 6.30. semua panik tapi datanglah kaka rara yang sendari tadi mencarinya kesana-kemari karna ibu Rara sudah khawatir. Rara bersembunyi di kamar mandi temannya dan tak mau keluar. Tapi teman-teman memaksa dia agar pulang karena hari sudah siang.
Dia pulang dengan kaki ditutup plester. Tapi darah merembes keluar plesternya. Darah terus keluar, dan Rara panik sendiri. Saat sampai rumah, Rara tidak mau menonton televisi. Dia bersembunyi di balik selimut tempat tidurnya sambil menahan nyeri. Ibunya yang menyadari sikap Rara menengok ke kamar dan berbincang-bincang dengan Rara.
“Ada apa Rara, sedang ada masalah?”
“Enggak mah, Rara hanya ngantuk.” Rara tak berani menatap ibunya, dan semua tubuhnya dia sembunyikan di balik selimut.
“Tadi Rara kemana? Kenapa pergi gak bilang sama mamah?”
“Tadi tanggung mah mau pulangnya. Mah Rara mau tidur mamah bisa tinggalin Rara sendiri?”
“Okeh klu Rara ngantuk, Klu gak udah bangun nanti cerita sama mamah yah Rara kemana ajah dari pagi.”
“iiah mamah.”
Ibu Rarapun pergi, dan karna Rara sudah merasa aman dia keluar dari balik selimutnya dan memeriksa kakinya yang sendari tadi terus berdenyut. ‘oh Tuhan, kenapa darahnya tak mau berhenti’ dia panik. Dia bersihkan lagi kakinya dengan air dan kapas. Yang ada di kamar. Dia lemas hingga akhirnya dia pingsan karna darah tak berhenti dari kakinya.
Ketika dia sadar dia sudah berada di rumah sakit dengan kaki yang di balur oleh perban. Dia takut berbicara pada orang tuanya. Tapi ibu dengan ketenangannya mampu membuat dia membicarakan kejadian yang dari tadi dia sembunyikan.
Hari itu merupakan pelajaran terbesar dalam hidup Rara, dia tak ingin lagi berbohong dan tak mendengarkan kata Orang tuanya. Dan Rara berjanji akan berbicara apapun kesulitan yang sedang ada di depan matanya.
tidak mengatakan yg sebenarnya jd tambah parah ya akhirnya.:D
ReplyDeleteiiah..
ReplyDeletehhe..
maklum anak kecil yang masih sangat takut..